Monday, February 19, 2018

Review Buku "Keretakan dan Ketegangan"


Judul : Keretakan dan Ketegangan

Penulis : Achdiat Karta Mihardja

Penerbit : Balai Pustaka

Tahun : 1994



Siapa yang tak tahu roman Atheis? Roman yang paragrafnya sering dikutip sebagai soal cerita di pelajaran Bahasa Indonesia SMA. Masih dari penulis yang sama, Achdiat K. Mihardja, Keretakan dan Ketegangan berisi 12 cerita pendek yang berbeda tema.

Achdiat memang ahli dalam bercerita soal konflik batin manusia, jika dalam Atheis digambarkan bagaimana pertarungan dalam nurani Hasan, pemuda dari keluarga alim yang ‘belajar’ meninggalkan tuhan, dalam kumpulan cerita ini ada berbagai macam lagi.

Beberapa cerita dituturkan dengan alur bolak-balik sehingga kita bisa lebih dalam menyelami alam pikiran masing-masing tokohnya, seperti misal Martini yang tersandera dalan hubungan terlarang yang akhirnya harus mengambil jalan tak terbayangkan, atau Sudiro yang berjibaku antara nafsu dan akal sehatnya di dalam gubuk kumuh di pinggiran Jakarta.

Kumpulan cerita ini pernah mendapat penghargaan sastra BMKN tahun 1957. Agak susah mencari buku ini yang masih dalam keadaan baik karena memang terbitan lama.

Review Buku "Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu"


Judul : Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu
Penulis : Mahfud Ikhwan
Penerbit : Marjin Kiri
Tahun : 2017


Ini adalah novel ajaib. Saya bilang ajaib karena hanya dengan 180 halaman, novel ini bisa membawa kita pada beberapa emosi secara mendalam sekaligus, tidak serba tanggung.  Bahagia, sedih, tegang, was-was, jengkel, dan marah datang bergantian dengan porsinya masing-masing.

Secara umum, novel ini bercerita tentang Mat Dawuk, seorang yang digambarkan mempunyai paras dan nasib yang teramat buruk. Hal itu yang membuat Mat Dawuk menjadi olok-olokan di seantero desanya, Rumbuk Randu. Kehidupan Mat Dawuk pun berubah ketika dia menikah dengan Inayatun, seorang kembang desa yang ditemuinya ketika merantau ke Malaysia. Pernikahannya dengan Inayatun ini yang akan mengungkap beberapa rahasia masa lalu Rumbuk Randu.

Membaca novel ini, sedikit mengingatkan saya pada beberapa karya Eka Kurniawan yang sudah saya tandaskan sebelumnya, teknik bertutur yang unik dan dibumbui dengan kejadian-kejadian di luar nalar semakin membuat saya ingin cepat-cepat melahap kalimat per kalimatnya namun juga pada saat yang sama, saya juga merasa eman-eman jika buru-buru mengkhatamkannya.

Setting yang mengambil tempat di pesisir utara Pulau Jawa menjadi nilai tambah tersendiri, mengingat saya juga tinggal di tempat yang relatif sama secara geografi dan demografi. Jadi, mengimajinasikan suasana hutan jati, desa pesisir yang kering, masyarakat, dan kehidupan sosialnya terasa mudah dan membuat semakin terhanyut dalam jalan cerita.