Wednesday, September 12, 2012

"Kamu muslim?', "Sholat lima waktu?"

Sore itu saya yang kebetulan pengurus klub sepak bola peserta liga nasional sedang mengikuti seleksi pemain baru untuk menghadapi musim kompetisi yang akan datang. Peserta seleksi adalah para pemain muda lokal yang mungkin bermimpi menjadi Lionell Messi atau Beckham masa depan. 
Kira-kira 45 menit sebelum seleksi usai, seorang warga negara asing datang. Tinggi, kurus dan wajahnya menunjukkan dia adalah ras arab. Tapi anehnya, dia cuma membawa tas palstik besar warna merah yang isinya sepatu dan kaos. Setelah berbincang sebentar dengan asisten pelatih, pemuda itu duduk dipingggir lapangan untuk mengganti sandalnya dengan sepatu. Saya tanya ke asisiten pelatih mau apa dia datang kesini. Asisten pelatih bilang kalu dia mau ikut seleksi. Secara postur saya benar-benar tidak yakin apakah dia mampu. 
Kira-kira setelah setengah jam hanya duduk dipinggir lapangan, akhirnya dia dipanggil untuk ikut bermain. Benar dugaaan saya, secara kemampuan dia dibawah rata-rata pemain lainnya. Selama sepuluh menit bermain hanya beberapa kali memegang bola, itupun bisa dengan mudah direbut pemain lawan. Dia hanya menjadi bulan-bulanan penonton yang kecewa karena mungkin sudah berekspetasi untuk melihat permainan cantik seorang pemain asing.
Seleksi selesai pukul setengah enam, saya lihat dia berjalan keluar stadion sendirian. Karena kasihan, saya dekati dia untuk menawarkan tumpangan. 
"Where will you go?" kata saya.
"Bhineka Hotel", dia menjawab.
"Let me accompany you"' saya sambil membuka pintu mobil.
"Thank you".

Hening kira-kira dua menit.

"What's your name?", saya membuka obrolan.
"Eden", jawabnya singkat.
"When you arrived in Gresik?" tanya saya.
"Today". kembali dijawab dengan singkat. Saya hanya menggangguk.
"Who are you?" gantian dia yang bertanya.
"I'm club staff". saya menjawab sambil tersenyum.
"Kamu lihat tadi saya main?" dia bertanya dengan bahasa Indonesia yang terpatah-patah.
"Ya, saya dipinggir lapangan" jawab saya dengan kecepatan pelan agar dia paham.
"Bagaimana saya main tadi?" tanyanya lagi. Ternyata bahasa Indonesianya lumayan.
Saya berpikir beberapa saat. "Not bad". ujar saya spontan.
"Kata pelatih saya kurang sprint". Dia menambahi.
"Ya, sepakbola Indonesia main keras" ucap saya dengan aksen bule.

Kami diam lagi, saya lihat dia sibuk dengan handphone-nya.
"Kamu darimana?" Saya kembali membuka percakapan.
"Perancis" lagi-lagi dijawab dengan singkat.
"Orang tua aseli Perancis?" Saya ingin tahu karena wajahnya campuran Arab.
"No, orang tua Aljazair." jawab dia dengan tersenyum.
"Wow, like Zidane." jawab saya menyebutkan legenda sepakbola Perancis, Zinedine Zidane yang juga keturunan Aljazair.
Dia tertawa.

Tepat ketika kami melewati Masjid Agung Gresik, adzan maghrib sedang berkumandang.
"Kamu muslim?" dia mengajukan yang membuat saya sedikit kaget.
"Ya." saya menjawab sambil tersenyum.
"Kamu sholat lima waktu?" dia kembali memberi pertanyaan sulit.
Saya tidak mau berbohong kepada dia, ataupun kepada Tuhan. Saya tidak menjawab, hanya tersenyum.